Jakarta – LIPUTAN-6.COM
Helatan Pemilihan Kepala Daerah serentak 2024 relatif singkat setelah Pilpres tunai dilaksanakan hingga pelantikan.
Rabu, 27 November 2024 mendatang, rakyat akan memilih Gubernur, Bupati dan Walikota di 37 Provinsi dan 508 Kabupaten/Kota.
Konstitusi mengatur, bila ada Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah bisa dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi.
Artinya, penetapan pemenang Pilkada oleh KPU masih belum final.
Artinya, putusan MK menjadi “keabsahan” terakhir bagi pemenang Pilkada yang bersifat mengikat semua pihak dan serta merta.
Dalam hal ini pasangan calon kepala daerah menjadi subyek hukumnya, yang berhak mengajukan permohonan ke MK melalui Kuasa Hukum yang menerima kuasa,” terang Dian Farizka selaku Ketua LBH Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
Lebih lanjut dikatakan bahwa, LBH PKN adalah “anak kandung” dari Partai Kebangkitan Nusantara dalam kapasitasnya menjaga status hukum calon kepala daerah atau kepala daerah bila terpilih nanti dan menjadi garda terdepan selama kader PKN yang menjadi kepala daerah tersebut menjabat, baik sebagai personal ataupun sebagai pejabat publik.
“Apabila tidak dari sekarang dikoneksikan, tentu akan menjadi dilema, manakala sebagai profesi penasehat hukum dipakai oleh lawan politik dari kader PKN itu sendiri, tentu kami akan memprioritaskan kader PKN bila sudah ada kesepakatan sejak sekarang,” ungkapnya.
Terkait rumitnya kelengkapan berkas juga mesti disiapkan sejak masa kampanye, agar LBH bisa memberi rambu-rambu agar tidak terjadi pelanggaran.
“Terpenting pada saat pencoblosan, apa yang harus dilakukan saksi di TPS mesti sesuai dengan Hukum Acara Hasil Pemilihan kepala daerah, agar nanti bisa dijadikan bukti di Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.
“Seyogyanya dari 5 calon kepala daerah yang salah satu paslonya “kader asli” dari PKN, mendapat prioritas pendampingan dari LBH PKN, sebab secara analisa, nyaris semua Pilkada akan bermuara di MK, kita mesti persiapkan diri, menang atau kalah di penghitungan KPU,” pungkas Dian.
( Irpan )